Sidoarjo, 25122011
Sunguh sulit melakukannya, sungguh teramat sulit. Mencari penggantinya, jujur aku tak bisa. Aku tak bisa move on, tak bisa. Tiap kali ku dekat dengan lelaki yg lain selalu saja aku tak kuasa untuk melupakannya, dia yg ku sayang. Sempat terfikir olehku untuk berpacaran dengan orang lain, dan itu terjadi, tapi hanya berjalan 1 malam saja. Aku teringat olehnya, tak kuasa membayangkan dia yang pasti akan kehilangan aku. Aku tau dia sangat menyayangiku, tapi cara dia salah. Tak tahu lagi harus berbuat apa.
Kemaren, dia menangis memelukku, saat ku kasih tau apa yang kurasa, kesakitan yang ku alami, dan penyakit yang menyerangku. Aku tak sanggup memikul beban ini sendiri, aku tahu yang ku butuhkan untuk ikut membantu memikul beban ini adalah dia, tak tahu kenapa, aku tak pernah bisa lepas dari dia. Tak bisa. Mencoba menggantinya dengan orang lain pun aku tak bisa. Semua tentang dia selalu membekas di hatiku. Aku capek, letih, keinginanku melepaskan dia karena aku tak kuat, aku tak sanggup trus-trusan di duain seperti ini, hatinya selalu terbagi dengan yang lain, padahal aku memberinya hatiku seutuhnya.
Dan di luar hujan turun, aku sudah tak kuat, aku berlari menuju rumahnya, dan sesampainya disana hanya tatapan dingin darinya. Aku terdiam, dia berubah. Aku terhenti dan dia menyuruhku untuk ke atas, dia masih terdiam, dia menyuruhku berbicara, dan aku pun berbicara, air mataku pun jatuh menetes, tak kuasa dengan segala yg aku alami. Sampe akhirnya aku tak kuat menopang tubuhku.
Dan di luar hujan turun, aku sudah tak kuat, aku berlari menuju rumahnya, dan sesampainya disana hanya tatapan dingin darinya. Aku terdiam, dia berubah. Aku terhenti dan dia menyuruhku untuk ke atas, dia masih terdiam, dia menyuruhku berbicara, dan aku pun berbicara, air mataku pun jatuh menetes, tak kuasa dengan segala yg aku alami. Sampe akhirnya aku tak kuat menopang tubuhku.
Dan dia pun menangis. Untuk yang ketiga kalinya aku melihat dia menangis karenaku, tak mampu melihatku dengan segala kekurangan dan kelemahanku. “Aku gak ngerti harus gimana, aku cuma pengen liat kamu sembuh, sayang. Sembuh ya demi orang tuamu, demi semua orang yg menyayangimu. Aku gak tahu harus gimana lagi, mendengar kamu bicara tentang penyakitmu meski kamu tak memberi tahuku kamu sakit apa, sekarang saja aku menangis, apa lagi nanti kalo aku kehilangan kamu untuk selamanya.” Terisak dia berkata itu, air matanya mengalir di pipi dan sela-sela hidung mancungnya. Aku pun ikut menangis, tak tega melihatnya menangis. “Kalo kamu gak ada nanti, siapa yang bakal nempatin rumah kita? Aku kerja, aku bikin rumah itu cuma buat kamu. Jangan ngomong gitu lagi yaa, aku takut. Aku cuma pengen kamu sembuh dan liat tawa lepasmu. Yang gemuk ya sayang, kamu kurus banget, gak keliatan cantik.” Dan dia pun masih menangis, kuusap air matanya, lalu dia memegang tanganku dan menyuruhku berjanji, “Kamu harus sembuh, suatu saat nanti aku pasti akan kembali ke kamu, kamu jangan nolak aku disaat aku kembali ke kamu. Jangan lamaran dulu sama yg lain ya. Biar ku seleseikan dulu urusanku sama dia.” Dan ku jawab dengan anggukan kepalaku dan tetesan air mataku. Mencoba mengikhlaskan dan bersabar untuk dia yang membagi cinta dan hatinya untukku dengan yang lain. Dia memelukku sekali lagi, mencium keningku, kepalaku yang berkerudung. Aku tak berani membuka kerudungku, rambutku mulai rontok, aku hanya bilang ke dia saat dia menanyakan kenapa rambutku rontok, “aku sering demam, gak cocok pake shamponya.” Sambil tersenyum, menyadari aku telah membohonginya, maafin aku. Aku hanya tak ingin kamu tahu apa yang sedang menimpaku. Dia hanya berkata, “Besok kalo udah nikah, kalo masak pake kerudung aja ya, biar masakannya gak kecampur sama rambut kamu.” Aku hanya terdiam, memikirkan, andai aku masih bisa menemaninya di sisa umurku, andai aku masih bisa menjadi istrinya, andai saat dia kembali kepadaku aku masih hidup. Tak kuasa membayangkan kalau dia kembali dan aku telah pergi untuk selamanya. Begitu berat yang ku rasa.
Dan sekarang aku hanya bisa berdoa dan berharap aku segera sembuh dan mampu memenuhi permintaannya. Aku juga ingin hidup bersamanya, tapi apa mungkin dengan kondisiku yang seperti ini.
Dan dia menangis lagi. Aku membuka kerudungku, begitu banyak rambut yang berjatuhan, ku pakai kacamataku. Aku tak kuat duduk lama, aku meminta izin kepadanya untuk bersandar, tetapi dia menyuruhku untuk tiduran. Aku turuti, aku tiduran dan dia duduk disampingku. Dia pegang kepalaku, menciumnya lagi, menangis. Dan tangisku makin menjadi. Tak kuasa dan tak tega melihatnya begitu.
“Sayang, maafin aku ya. Mungkin aku tak bisa memberimu apa-apa, aku hanya menjadi bebanmu saja, keinginanku untuk meninggalkanmu itu karena aku tak kuasa melihatmu bersama yang lain, jejaring sosialmu yang dipenuhin kata-kata mesra dari perempuan itu. Aku tahu dulu kesalahanku meninggalkanmu, maafkan aku. Aku tahu seminggu ini aku sangat menguras kesabaranmu, aku bener-bener gak tahu harus bagaimana. Aku menyayangimu, dan hanya aku yang tahu dirimu itu bagaimana dan seperti apa. Perempuan itupun tak tahu kamu yang sebenarnya. Kaupun pernah bilang memang hanya aku yang mengetahui dirimu luar dalam. Biarkanlah kata sayang dan kata cinta selalu terucap, karena kaulah kekasih hati selama ini yang aku cari. Aku mulai pusing sayang, ingin rasanya di ulang tahunku yg ke-18 nanti kau ada disini, menemaniku, semoga kau bisa. Tak ingin berpisah dan pergi meninggalkanmu. Tapi aku harus kuat, dan aku coba penuhin permintaanmu, aku akan berusaha sembuh, seandainya kamu kembali lagi ke aku untuk melamarku, disaat aku belum menjadi milik orang lain, aku akan penuhi lamaranmu. Sekian sayang curahan hatiku, semoga kamu mengerti dan mampu menemaniku.”
Menangis menulis ini, pastinya iya. Tak kuasa membayangkan kemungkinan terburuk menimpaku. Semoga kamu kuat kasihku, cintaku, maafkan aku kalo nantinya aku meninggalkanmu terlebih dahulu. Tak berarti aku tak melakukan janjiku dan permintaaanmu, hanya saja takdir berkata lain. Terimakasih sayang, maafkanlah aku.
No comments:
Post a Comment